Cerita Anak: Ujian dari Allah
“Bapak, Ibu, Rizki berangkat dulu ya! Asalamualaikum,” seraya mencium tangan keduanya. Memang seperti biasa Rizki selalu berpamitan pada kedua orang tuanya sebelum berangkat ke sekolah.
Rizki adalah siswa kelas lima di SD Nusa Bakti. Dia termasuk anak yang pandai. Bahkan di kelasnya dia selalu mendapat ranking pertama. Selain pandai dia juga taat beribadah.
Rizki berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya yang bernama Pak Rahmat bekerja sebagai tukang Becak. Dan ibunya yang bernama Bu Titik bekerja sebagai penjual sayur keliling. Walaupun begitu, hidup mereka tidak kekurangan.
Pak Rahmat dan Bu Titik selalu menyuruh Rizki supaya rajin belajar dan rajin mengaji, alhasil selain pandai dia juga menjadi anak yang saleh. Tak lupa, Rizki juga disuruh agar selalu berdoa kepada Allah.
Dengan sepeda kesayangan, Rizki berangkat menuju ke sekolahnya. Karena antara rumah dan sekolah hanya berjarak satu kilometer maka dalam waktu sepuluh menit saja Rizki sudah sampai di sekolahnya.
Pelajaran pertama adalah Matematika. Bu Sari menyuruh satu persatu muridnya untuk mengerjakan soal di papan tulis. Agung teman sekelas Rizki tidak dapat mengerjakan soal itu walaupun dua puluh menit sudah dihabiskannya untuk berdiri di depan kelas. Akhirnya Rizki juga yang disuruh mengerjakan. Dan ternyata hanya dalam waktu kurang dari empat menit Rizki sudah dapat menyelesaikan soal itu dengan benar.
“Teeet… teeet… teeet….,” bel tanda istirahat berbunyi. Satu persatu siswa mulai keluar dari kelas. Umumnya mereka langsung menyerbu kantin sekolah untuk jajan. Tapi tidak dengan Rizki, dia selalu menyimpan uang jajannya untuk ditabung. Dia memilih belajar di kelas.
“Hei anak kere jangan sok pintar kamu, lagaknya belajar padahal hanya tak punya uang kan!” Agung yang menghampiri Rizki mulai mengejek.
“Ngapain sih, kamu kok selalu gangguin saya?”
“Berani kamu, plaak!” Agung menampar pipi Rizki. Kemudian dengan wajah puas Agung pergi meninggalkan Rizki.
Agung memang selalu menjaili Rizki. Dia adalah anak Pak Yanto yang rumahnya bersebelahan dengan rumah Pak Rahmat ayah Rizki. Dan karena merasa orang kaya, maka selama ini keluarga Pak Yanto tidak mau bergaul dengan keluarga Pak Rahmat. Mereka merasa tidak butuh bergaul dengan orang miskin. Menurut mereka itu tidak ada untungnya.
Pulang sekolah, luka memar di pipi Rizki masih tampak. Ia yang telah sampai rumah langsung mengucap salam pada ibunya “ Assalamu’alaikum…!”
“Wa’alaikum salam…, pipimu kenapa nak?” ibunya menyelidik.
“Nggak papa kok bu, tadi saat antri beli jajanan kesodok siku teman.” Rizki terpaksa berbohong. Dia tidak mau ibunya terlalu cemas kepadanya.
“Ya udah sana diobati dulu!” seru ibunya yang mulai bersih-bersih rumah. Ya, memang rumah Rizki baru selesai dibangun dan Rizki pun harus membantu ibunya setiap pulang sekolah.
Pagi-pagi benar, Rizki sudah menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dari arah selatan terdengar gemuruh dan bumi pun bergoncang dahsyat. Rizki terhuyung jatuh tapi kemudian berhasil berpegangan pada pohon mangga. Tampak Ayah dan ibunya berlari keluar rumah dengan tersandung-sandung.
Goncangan yang terjadi selama satu menit itu ternyata sebuah gempa yang dahsyat. Ratusan rumah di desa Rizki rusak parah.
Dari dalam rumah Pak Yanto, terdengar teriakan minta tolong. Kemudian Pak Rahmat pun masuk ke dalam rumah Pak Yanto.
Pak Rahmat melihat Pak Yanto dan istrinya kejepit almari. Lalu Pak Rahmat pun menolongnya. Alhamdulillah, sepasang suami istri itu tidak apa-apa.
Kemudian mereka menuju ke kamar Agung yang masih terkunci. Pintu pun didobrak oleh Pak Rahmat. Terlihatlah Agung yang pingsan. Kepalanya mengalir darah. Mungkin tertimpa genting. Lalu Pak Yanto dan Istrinya membawa Agung ke rumah sakit.
Siang harinya, Pak Yanto sekeluarga sudah kembali dari rumah sakit. Tampak Agung sudah sehat, meski kepalanya dililit kain perban.. Mereka pun langsung menuju ke halaman rumah Pak Rahmat.
Seperti yang lainnya, Pak Rahmat beserta keluarganya sedang duduk-duduk diluar rumah walaupun rumahnya masih kokoh. Mereka semua takut jika ada gempa susulan.
“Pak, kami mengucapkan terimakasih atas pertolongannya. Kami juga ingin minta maaf atas sikap kami sekeluarga selama ini terhadap keluarga Pak Rahmat. Ternyata kita ini masih memerlukan bantuan orang lain.” Ucap Pak Yanto yang sudah berhadap-hadapan dengan Pak Rahmat.
“Ya, sama-sama. Sudah kewajiban umat muslim untuk saling menolong dan saling memaafkan.” Jawab Pak Rahmat. Lalu keduanya bersalaman diikuti keluarga masing-masing secara bergantian. Begitu juga dengan Agung yang minta maaf kepada Rizki.
“Bencana ini merupakan ujian dari Allah bagi kita semua, untuk itu mari kita semua memanjatkan doa kepada Nya untuk memohon perlindungan dan juga bersyukur atas keselamatan yang diberikan.” Ajak Pak Rahmat. Dengan dipimpin Pak Rahmat kedua keluarga mulai berdoa bersama-sama secara khidmat.
Hari sudah mulai sore, kemudian Pak Rahmat dan Pak Yanto mendirikan tenda. Tak ketinggalan Rizki dan Agung ikut aktif membantu. Sedang Bu Titik dan Bu Yanto memasak untuk sarapan. Kedua keluarga itu pun menjadi rukun. Dan seterusnya mereka membentuk posko bersama. (@yunisap, cerita anak)
Diskusi